Previous Next

Hari HIV/AIDS Sedunia: Dokter RSU Unmuh Jember Ulas Tuntas HIV/AIDS & Ajak Masyarakat Sadar Berantas Stigma

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah dua hal berbeda. HIV adalah virus yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh, sedangkan AIDS adalah kumpulan gejala yang muncul akibat penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.

 

Memperingati Hari HIV/AIDS Sedunia pada Jumat (1/12/2023), dr. Hana Nadya, Sp. PD, dokter spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Jember (RSU Unmuh Jember), memberikan pandangan mendalam tentang HIV/AIDS, menyoroti banyak faktor, antara lain :

 

1. Risiko Tinggi dan Pencegahan

dr. Hana Nadya, Sp. PD, mengidentifikasi beberapa populasi dengan risiko tinggi, termasuk mereka yang melakukan aktivitas seksual berisiko, golongan LGBT, pasangan dari pasien HIV positif, anak dari ibu yang positif HIV, tenaga kesehatan yang memberikan perawatan, dan warga binaan dari lembaga pemasyarakatan.

 

Dalam upaya pencegahan, ia menekankan pentingnya menghindari aktivitas seksual berisiko dan berbagi jarum suntik. Dirinya juga memberikan informasi bahwa pengobatan HIV kini dapat diakses secara luas, bahkan di pelosok desa, memastikan pasien mendapatkan perawatan yang efektif.

 

2. Mitos tentang HIV/AIDS

 

Selain itu, dirinya membantah stigma yang melekat pada HIV/AIDS sebagai penyakit yang pasti mematikan. Ia menjelaskan bahwa dengan deteksi dini dan pengobatan efektif, banyak penderita HIV dapat menjalani hidup secara stabil. 

 

Merinci perjalanan penyakit dari masa inkubasi hingga tahap AIDS, dirinya menjelaskan bahwa Virus HIV masuk ke dalam tubuh penderita, maka dia membutuhkan periode waktu sekitar 2 atau 4 minggu sebelum terjadinya infeksi akut, periode itu dinamakan dengan masa inkubasi. 

 

Lalu ketika sudah memasuki tahap infeksi akut atau tahap pertama, pasien akan mengeluhkan gejala seperti demam, nyeri kepala, nyeri sendi, ruam-ruam di kulit, dan juga ada perasaan tidak enak badan seperti penyakit flu pada umumnya.

 

Setelah itu, penyakit akan memasuki tahap infeksi kronis atau tahap kedua. Tahap penyakit infeksi kronis ini berlangsung cukup lama, ada yang 5 tahun, 10 tahun, atau bahkan lebih.

 

“Tetapi gejala seperti infeksi akut sudah mereda, sehingga biasanya pasien tidak memeriksakan diri ke fasilitas. Pada tahap infeksi kronis inilah, virus HIV memperbanyak diri atau mereplikasi diri sehingga jumlahnya semakin banyak. Dan pada tahap inilah, proses kekebalan tubuh sudah mulai akan diganggu.” tekannya.

 

3. Menanggulangi Stigma dan Diskriminasi

 

Menghadapi stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV, dr. Hana Nadya, Sp. PD, mengajak masyarakat untuk melihat penyakitnya, bukan orangnya. Dirinya menegaskan bahwa HIV tidak menular melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan atau bertukar alat makan, sehingga tidak ada alasan untuk mengucilkan atau menjauhi penderita.

 

“Untuk menghadapi penderita HIV/AIDS, yang perlu dipahami, bahwa infeksi virus HIV menular melalui kontak darah dan juga kontak seksual, tetapi tidak menular melalui berjabat tangan, menyentuh pasien, ataupun bertukar alat makan dengan pasien, sehingga kita tidak perlu memiliki ketakutan yang berlebihan terhadap pasien HIV, Konsep yang perlu dipegang adalah jauhi penyakitnya, bukan orangnya.” tegasnya.

 

4. Pentingnya Melakukan Pemeriksaan

 

Dirinya juga menginformasikan bahwa pihak pemerintah juga sudah melakukan program screening sebesar-besarnya, dengan cara melakukan screening pada setiap pasien ibu hamil, pasien tuberkolosis, pasien hepatitis B/C.

 

Dalam mengakhiri wawancaranya, dr. Hana Nadya, Sp. PD, mengajak seluruh lapisan masyarakat, terutama yang merasa memiliki risiko tinggi, untuk melakukan pemeriksaan di sarana kesehatan terdekat. 

 

“Segera lakukan pemeriksaan di sarana kesehatan terdekat untuk deteksi dan pengobatan dini HIV, karena pentingnya deteksi dini dan pengobatan untuk memastikan kualitas hidup yang baik bagi penderita HIV.” tutupnya

Search